Senin, 30 November 2009

Pemko Medan Bantu Peralatan Sarana Produksi kepada Koperasi dan UMKM


UNTUK mendukung peningkatan produksi para koperasi dan usaha mikro kecil, pemerintah Kota Medan memberikan bantuan sejumlah peralatan sarana produksi kepada 17 koperasi dan 5 orang usaha mikro kecil di kota Medan, Rabu (25/11) di Pusat Industri Kecil (PIK) kecamatan Medan Denai.
Bantuan peralatan produksi dari APBD 2009 Kota Medan ini adalah 12 unit kompresor, 20 unit mesin potong ubi, 8 unit mesin tasik (bordir) 16 gerobak bakso, mesin pres angin, mesin polis, mesin gerenda, mesin speed lima, mesin sesep, dan masin pembuat handy craf masing-masing satu unit.
Pj Walikota Medan diwakili Sekda Drs H Dzulmi Eldin S MSi dalam sambutannya mengatakan, relatif rendahnya produktifitas koperasi dan usaha mikro kecil antara lain disebabkan lemahnya sumber daya manusia (SDM) sehingga penerapan manjemen juga sengat lemah, kelemahan SDM dan manajemen ini mengakibatkan pengelolaan usaha koperasi dan usaha mikro kecil tidak dapat berlangsung secara professional.
Akibatnya, usaha koperasi dan usaha mikro kecil menjadi kurang produktif, pamasaran lemah dan kemudian usaha koperasi dan usaha mikro kecil kurang dapat berkembang sebagaimana yang kita harapkan.
Padahal, menurutnya, usaha mikro kecil sebenarnya cukup tangguh menghadapi badai resesi ekonomi dan krisis moneter, hal ini telah dibuktikan pada saat badai krisis moneter yang lalu para usaha kecil menengah dapat bertahan, sementara para pengusaha besar lainnya tidak sedikit yang gulung tikar.
Hari ini pemerintah Kota Medan memberikan bantuan peralatan sarana pruduksi kepada sejumlah kopersi dan UMKM, ini merupakan wujud kepedulian pemerintah Kota Medan terhadap peningkatan dan perkembangan para usaha koperasi dan usaha mikro kecil, bantuan ini diharapkan dapat memotivasi peningkatan usaha kopreasi dan UMKM di Kota Medan agar lebih berkembang dan maju dengan produksi yang lebih tinggi.

Sebelumnya Kepala Dinas Koperasi Kota Medan Drs H Yus’as MAP melaporkan, bantuan paralatan sarana produksi ini bersumber dari anggaran APBD pemko Medan 2009, tujuannya untuk meningkatkan produktifitas pengelolaan usaha koperasi dan usaha mikro kecil di Kota Medan yang selama ini produktifitasnya terlihat masih relatif rendah.
Ke-17 usaha koperasi yang menerima bantuan peralatan sarana produksi diantaranya Koperasi Surya Mas, Koperasi Cahaya Baru, Koperasi Anugrah Deli Medan, koperasi Citra Minah Mandiri, Koperasi UKM Center Sumut, koperasi pengrajin konveksi, koperasi pengrajin rotan, sedangkan lima usaha mikro kecil adalah, Ahmad Harahap, Sunarto, Syafrizal, Roma Girsang, dan Syamsir Lubis. (**)

Nasionalisme Gulma MDF : DENGAN SALAK MENGANGKAT HARKAT DAN MARTABAT BANGSA


BAGI umumnya pengusaha, sukses yang dicapai berarti besarnya nilai uang yang mampu diperoleh dari hasil usahanya. Keuntungan finansial sebesar-besarnya, tentu menjadi sasaran dari kegiatan usaha yang dijalankan tersebut.
Tapi, prinsip tersebut tak berlaku bagi Gulma MDF, seorang pengusaha salak olahan asal Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Setidaknya, dia tak memandang uang sebagai segala-galanya, walau tak dipungkiri dia berharap usaha yang tengah dijalaninya tersebut maju dan berkembang.
“Saya pernah ditawari untuk mengembangkan usaha pengolahan buah salak ini di Malaysia. Bahkan saya sampai ditawari jadi warga negara sana, dengan iming-iming uang miliaran rupiah. Tapi saya tolak,” ungkap Gulma, mengawali kisah suksesnya mengembangkan sentra industri salak, komoditi andalan yang jadi ciri khas daerah Tapanuli Selatan.
Kenapa Gulma menolak tawaran menggiurkan tersebut? Alasan pertama, dia ingin mengentaskan kemiskinan dan menaikkan derajat ekonomi masyarakat khususnya petani salak di daerahnya.
Alasan yang kedua, ini yang menunjukkan betapa nasionalisme seorang Gulma, “Saya ingin mengangkat harkat dan martabat bangsa. Saya tidak ingin bangsa ini dihina, dan tentunya saya tidak mau hasil bumi kebanggaan Indonesia diklaim bangsa lain. Orang Malaysia mau mengembangkan industri pengolahan salak, sementara bahan bakunya dari sini. Dengan tegas, saya menolak, makanya hasil produk saya ini segera saya patenkan,” ungkapnya lagi.
Lalu, apa keistimewaan produk salak olahan buatan Gulma sehingga orang Malaysia tertarik untuk membeli hak patennya? Kalau selama ini kita mengenal salak sebagai buah-buahan yang dikonsumsi sebagai buah segar atau dibuat manisan, namun di tangan Gulma buah yang dihasilkan dari pohon mirip sawit ini menjadi aneka panganan dan minuman yang mengandung keistimewaan dari segi rasa dan juga khasiat.
Ada sembilan jenis produk olahan salak yang diproduksi Sentra Industri Salak Agrina – koperasi yang dikembangkan Gulma bersama masyarakat daerahnya. Yang menjadi andalan diantaranya Dodol Salak Naduma, Kurma Salak Narobi, Keripik Salak Namora, Madu Salak Najago, Sirup Salak Natabo serta Minuman Energi Salak Nagogo.
“Semuanya produk olahan alami yang mempunyai khasiat serta citarasa. Banyak orang yang belum mengetahui, buah salak memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi. Kami saja jika di kampung, sebelum ke ladang pagi harinya cukup makan tiga potong dodol salak, maka cukup tenaga untuk bekerja hingga siang,” papar Gulma.
Sementara kurma salak, yakni satu ruas biji salak yang diolah sedemikian rupa sehingga mirip buah kurma dengan rasa dan khasiat yang tidak kalah. Sedangkan madu salak, juga bisa menyamai manfaat madu lebah utamanya untuk kesehatan, hanya madu salak ini dibuat dari campuran sari-sari buah salak yang beraneka jenis.
“Termasuk kami sudah mengembangkan buah salak sebagai bahan baku pembuatan bakso dan agar-agar. Khusus bakso, tentunya yang terbuat dari buah salak ini non kolestrol, dibandingkan dengan berbahan daging,” imbuhnya.
Ada satu lagi rahasia yang ingin diungkapkannya ke masyarakat. Keistimewaan salak, nyatanya lebih dari anggur Prancis. “Ini sudah diteliti di laboratorium Amerika Serikat, namun karena hasilnya belum dikirim, kami belum bisa mengeksposenya. Yang jelas, berbanggalah bangsa Indonesia memiliki buah yang kaya aneka manfaat ini,” ucapnya.
Soal usaha yang tengah dikembangkannya saat ini, Gulma mengatakan, produksinya baru sekitar satu tahun setelah satu tahun sebelumnya dia melakukan penelitian. Penelitian dilakukannya pribadi, namun produksi dilakukannya bersama masyarakat lewat wadah Koperasi Agrina dimana dia sebagai ketuanya. Koperasi ini beralamat di Jalan Sibolga Km 11 Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan.
Prospek industri ini ke depan, diyakininya sangat cerah melihat bahan baku salak khususnya di Tapanuli Selatan dan Kota Padang Sidimpuan sangat melimpah. Diperkirakan bisa mencapai 100 ton per hari.
“Saya yakin, usaha ini ke depannya akan langgeng. Dan pastinya akan mendukung ekonomi kerakyatan terutama bagi petani salak, karena semua kebun salak milik rakyat tidak ada yang milik PT,” ucapnya.
Dengan ciri khas, kualitas rasa serta khasiat produk salak olahan produksinya, Gulma pun makin optimis untuk membuka seluas-luasnya pasar hingga luar daerah hingga luar provinsi. “Mudah-mudahan saja. Ini demi cita-cita saya, mengangkat harkat dan martabat bangsa,” pungkasnya. (eko)

Jumat, 06 November 2009

Tukirin Carady, Furnitur Bambunya Digaransi Tiga Tahun



BANYAK furnitur bambu yang dibuat para perajin. Tapi soal kualitas, Tukirin Carady berani menggaransi produk buatannya unggul dari produksi perajin lainnya.
Jaminan kualitas bukan cuma dari bentuk atau disain, namun kerapian detail pengerjaan terutama keawetannya menjadi yang utama. Untuk yang terakhir ini, Tukirin memberi garansi, jika belum tiga tahun furnitur buatannya sudah rusak apalagi keropos dimakan rayap, dia akan menggantinya dengan yang baru.
“Ya, saya berani menggaransi tiga tahun. Saya rasa, baru saya pembuat furnitur bambu yang berani (memberi garansi). Itu karena saya yakin produk buatan saya ini dikerjakan dengan kualitas tinggi,” ucapnya.
Usaha pembuatan furnitur bambu dengan naungan UD Famili, sudah cukup lama digeluti Tukirin. Semua produk dikerjakan di workshopnya yang berada di Jalan Besar Kongsi Enam Dalam, Tanjung Alam, Kisaran, Asahan, Sumatera Utara.
Produknya mulai dari aneka bentuk kursi dan meja, rak, tempat tidur, lemari dan lainnya. “Pokoknya perabot atau furnitur yang biasanya dibuat dari kayu, kami buat dari bambu,” ujarnya.
Kesan unik dan artistik, memang langsung terpancar dari barang-barang buatan Tukirin ini. Cocok untuk trend masyarakat perkotaan sekarang ini yang suka mengoleksi barang-barang dengan tampilan unik dan artistik serta sedikit terkesan tempo doeloe.
“Kalau furnitur dari kayu, sekarang kan biasa. Tapi coba di ruang tamu kita ada seperangkat kursi terbuat dari bambu, pandangan orang pasti lain,” ucapnya.
Kembali ke soal kualitas tadi, selain disain dan tehnis pengerjaan, Tukirin juga memperhatikan betul soal pengawetan bambu yang akan digunakan.
“Kuncinya pada pengawetan tersebut. Biasanya saya merendam bambu untuk diawetkan paling cepat satu minggu. Kadang-kadang pun bisa lebih tergantung waktu pemesanannya. Ada pembeli yang tidak buru-buru memberi tenggat waktu, misalnya satu bulan, maka rendamannya bisa lebih lama,” paparnya.
Walau lokasi usahanya di Kisaran, Tukirin mendatangkan bambu-bambu tersebut dari Sibiru-biru, Deli Serdang. Selain kualitasnya bagus, di sana stok bambu juga melimpah karena memang dibudidayakan masyarakat.
“Selain furnitur, saya juga menerima pesanan membuat cafe bambu. Juga hiasan-hiasan yang terbuat dari bambu,” imbuhnya.
Pasar produk UD Famili ini bukan hanya di kawasan Asahan, tapi juga memasuki daerah-daerah lain hingga ke Medan. Karena mereka siap mengirim pesanan tersebut hingga ke luar kota.
“Bahkan hingga ke Malaysia. Kebetulan ada teman di sana, jadi memanfaatkan jasa dia yang mencari order dan membawanya ke sana,” ungkapnya lagi.
Soal harga, dia menyebutnya relatif karena produk furnitur bambu ini selain memerlukan kreasi juga ketekunan dalam membuatnya.
“Ya, antara delapan ratus ribu hingga satu juta rupiah untuk satu sofa. Atau satu set kursi dan meja tamu berkisar dua juta rupiah,” katanya.
Untuk sistem pembelian, dia fleksibel, bisa cash atau kredit. Juga untuk disain, dia mempersilahkan calon pembeli untuk mengajukan sendiri disain yang disukainya.
Tukirin juga membuka kesempatan kerjasama pemasaran dengan pihak lain terutama yang ada di Kota Medan dan kota-kota besar lainnya. Untuk menghubunginya bisa langsung ke alamat workshopnya atau ke nomor 085270707667 dan 085270349444.
“Silahkan saja, kalau produk saya semakin dikenal dan usaha semakin maju, kenapa tidak,” tuntasnya. (eko)

Souvenir Flanel Tifahny, Kreasi Cantik yang Mulai Dilirik


TANGAN-TANGAN terampil dan kreatif tiga pemudi asal Kota Binjai ini, menghasilkan aneka souvenir cantik, menarik, dan unik. Alhasil, produk kreatif mereka pun mulai dilirik konsumen.
Adalah Titin, Fahlia dan Henny, yang dua tahun lalu sepakat memulai usaha kecil-kecilan mereka untuk mengisi waktu luang di sela-sela jadwal kuliah. Mengambil singkatan nama ketiganya, jadilah production house Tifahny Group yang awalnya memproduksi aneka panganan coklat.
Tapi, usaha pembuatan coklat ini nyatanya kurang berkembang. Padahal gelontoran dana cukup lumayan, namun mereka melihat usaha ini kurang prospek.
Berfikir keras, sembari jeli mengamati peluang-peluang lain, diversifikasi usaha pun dilakukan. Kebetulan ketiganya memiliki minat sama untuk membuat produk-produk kerajinan tangan, hingga akhirnya tak segan merogoh kocek untuk memodali usaha baru mereka. Souvenir dari bahan flanel!
Ya, aneka kerajinan tangan berbahan kain flanel yang mereka buat diantaranya hiasan/pembungkus toples kue, tempat tissue, dan lain-lain. Juga sovenir-souvenir kecil lainnya seperti gantungan kunci, tempat handphone atau tempat pinsil.
Produk souvenir pula yang nyatanya makin berkembang dan kini mulai membawa mereka beranjak mendapatkan pasar baru di luar Kota Rambutan.

Selain dipajang di kiosnya, Titin, Fahlia dan Henny kini mulai berani membawa produk kreatif mereka ke luar Binjai, utamanya kota besar terdekat, Medan.
“Binjai kan kota kecil. Jadi kalau hanya mengandalkan pemasaran di sana, ya kurang berkembang juga,” ujar Fahlia.
Bukan cuma Medan, produk berseni yang mereka beri label Tezukuri Collection ini juga sampai juga ke Jakarta mengikuti suatu pameran. “Tidak secara langsung kami bawa sih, tapi kebetulan saja ada teman yang ke Jakarta dan membawa produk buatan kami untuk dipajang di salahsatu stand pameran di sana,” kata Fahlia yang beralamat di Jalan Gatot Subroto No. 307 Binjai.
Mereka memang mulai ‘pede’ untuk memajang souvenir-souvenir tersebut di stand pameran, seperti ketika mereka mengikuti UKM Expo di pelataran parkir gedung Bank Sumut Medan, baru-baru ini. Karena nyatanya mulai banyak mata melirik dan banyaknya pesanan terutama dari teman-teman sendiri.
“Sudah ada sih, pesanan dalam jumlah besar. Kami sedang menangani pesanan souvenir untuk pesta pernikahan. Ya, lumayanlah..,” ujarnya.

Tapi, seiring makin banyaknya pesanan, makin berat juga beban kerja mereka. Karena itu setiap banyak pesanan datang, mereka memberdayakan teman-teman minimal tiga orang untuk membantu, walau tim kreatif yang membuat motifnya tetap mereka bertiga.
Oh ya, soal harga, mereka memberi bandrol yang cukup pantas untuk hiasan cantik dan unik ini. Untuk toples, seharga Rp 25 ribu hingga Rp 35 ribu. Lalu hiasan-hiasan kecil semacam gantungan kunci, tempat handphone atau tempat pinsil dibandrol Rp 3 ribu hingga Rp 12 ribu. “Tergantung kerumitannya sih,” pungkas Fahlia. (eko)

Rabu, 04 November 2009

Pemberdayaan UMK dan Koperasi Harus Mendapat Porsi Utama

PEMBERDAYAAN sektor usaha mikro, kecil dan koperasi harus tetap mendapat porsi utama dalam setiap gebrakan dan inovasi kinerja maupun ‘performance’ Bank Sumut, sehingga bank milik masyarakat Sumut ini semakin eksis menjadi ‘leader of bank’ di Sumut khususnya dalam pemberdayaan UMK dan koperasi.
Hal tersebut dikatakan Gubernur Sumatera Utara H Syamsul Arifin SE pada pembukaan UMK Expo Bank Sumut di pelataran parkir kantor pusat PT Bank Sumut di Medan, Senin (3/11). Gubsu diwakili Assisten Perekonomian Drs H Kasim Siyo MSi mengisyaratkan pemberdayaan ekonomi bernilai strategis karena muaranya menggerakkan kemandirian Sumut menguasai pasar lokal untuk diluncurkan merebut pasar global secara langsung.
"Pada kondisi krisis moneter global ini sudah saatnya kita menguasai pasar lokal dalam negeri," tegas Gubsu di hadapan ratusan hadirin dan Dirut Bank Sumut H Gus Irawan Pasaribu dan jajaran direksi lainnya, Kepala Dinas Perindag Sumut Drs H Mohd Hasby Nasution, Kadis Koperasi dan UKM Sumut Jhoni Pasaribu, Pj Walikota Medan diwakili Kadis Perindag Medan HT Basyrul Kamal dan sejumlah pelaku UMK.
Bank Sumut UMK Expo mendapat sambutan meriah dan semarak dari masyarakat berlangsung hingga hari ini 4 November 2008 sekaligus pemberian Bank Sumut UMK Award yang diikuti 34 stand UMK binaan Bank Sumut dari seluruh cabang yang telah terseleksi.
Pagelaran Expo sehubungan HUT ke-47 Bank Sumut diharapkan akan menjadi agenda tahunan Bank Sumut pada setiap perayaan HUT dan even kali ini juga dirangkaikan rencana Bank Sumut membuat gedung Sentra UMK yang berlokasi di Jalan Sei Serayu Medan yang saat ini tahap penyelesaian. Total hadiah bagi pemenang peserta Expo dalam bentuk tabungan sebesar Rp 378 juta untuk 126 pemenang yang sebelumnya telah diseleksi di seluruh kantor cabang dan peserta juga mendapat bimbingan diantaranya berbentuk workshop yang digelar pada expo yang juga menyajikan hiburan dan bazaar untuk para pengunjung.
Dirur Bank Sumut Gus Irawan Pasaribu juga mengakui posisi bank ini semakin kokoh dan lebih tahan terpaan global karena secara umum nasabah Bank Sumut lebih focus pada UMK.
"Jadi dampak permasalahan financial global untuk Bank Sumut tidak terpengaruh karena fundamentalnya sangat kuat yaitu UMK yang tidak sensitif terhadap gejolak financial global. Lagipula, UMK sangat relevan mendukung visi dan misi Gubsu, rakyat jangan lapar, jangan bodoh, jangan sakit dan rakyat punya masa depan," tuturnya.
Pagelaran UMK Expo Bank Sumut menurutnya merupakan salah satu upaya untuk terus memberdayakan UMK di Sumut sebagaimana tema expo kali ini yaitu Pemberdayaan UMK dalam Meningkatkan Ekonomi Kerakyatan”.
Tentang Sentra UMK yang segera diluncurkan Bank Sumut, lanjut Dirut, juga dimaksudkan untuk meningkatkan intermediasi antara pelaku UMK dengan Bank Sumut sehingga pelaku UMK dapat meningkatkan usahanya melalui penyediaan fasilitas kredit maupun bantuan teknis lainnya.
Selain itu, ujarnya, Sentra UMK ini nantinya membantu pelaku UMK agar memiliki akses kepada instansi pemerintah dan lembaga maupun institusi yang ada hubungannya dengan sector UMK sehingga upaya pembinaan pelaku UMK dapat dilakukan lebih baik dan terarah. "Sentra UMK ini juga untuk membantu upaya pemerintah dalam pengentasan kemiskinan dan menurunkan tingkat pengangguran melalui pemberdayaan UMK yang padat karya sehingga dapat menciptakan lapangan kerja baru dan memaksimalkan pemanfaatan sumberdaya yang ada," ujarnya. (**)

KUALITAS MEMBUAT PRODUK SEPATU DALMI BERTAHAN


APA yang menjadi kendala produk usaha kecil dan menengah (UKM) sehingga tak mampu bertahan dalam persaingan usaha? Permodalan, persaingan produk, itu yang sering dikeluhkan para UKM, termasuk mereka yang memproduksi sepatu dan sandal.
Ambil contoh, industri kerajinan sepatu dan sandal di kawasan Pusat Industri Kecil (PIK) Menteng atau perajin di kawasan Sukaramai Medan. Geliat usaha mereka kini semakin berkurang seiring melemahnya permodalan serta beratnya persaingan dengan produsen dari Pulau Jawa.
Tapi kendala tersebut dimentahkan Nurdalmi, usahawan sepatu yang juga mulai aktif melakukan pelatihan bagi remaja di bidang pembuatan sepatu, dalam naungan UKM Center Sumut.
Dia mengatakan, usaha sepatu yang telah dirintisnya sejak tahun 1990, bisa bertahan walau belumlah menjadi suatu usaha yang berkembang pesat. Kuncinya, dia mengatakan, kualitas.
“Kalau saya melihat, kendala usaha pembuatan sepatu ini bukan pendanaan, tapi mutu atau kualitas. Kalau kualitas bagus, modal akan datang sendiri,” ujarnya.
Itu telah dibuktikannya, minimal dengan tetap mampu mempertahankan produk sepatunya yang bermerek Pinko untuk tetap laku di pasaran. “Ini karena saya tidak mau menurunkan kualitas. Kebanyakan produsen akan menurunkan kualitas begitu mereka kesulitan modal. Tapi saya tidak berani melakukan itu,” ucapnya lagi.
Karena itu, produk sepatunya yang dipasarkan dengan sistem door to door atau titip ke koperasi-koperasi perusahaan seperti Bank Indonesia, Bank Mandiri atau Dekranas, tetap diminati konsumen. “Karena banyak konsumen tahu mana yang berkualitas, walau harganya pasti sedikit lebih tinggi,” ucap pria yang juga menjabat Sekretaris UKM Center Sumut ini.
Dia mengatakan, pemesan sepatunya datang sendiri ke rumah sekaligus workshop-nya di Jalan Brigjen Zein Hamid Gg Manggis No. 10 atau ke pameran-pameran yang sering diikutinya. Dalmi tidak memasarkannya melalui distributor karena keuntungannya yang sangat kecil hanya sekitar 5 persen, sementara dengan sistem door to door ini dia bisa mendapatkan 40 sampai 50 persen.
Sejumlah instansi dan perusahaan kini menjadi pelanggannya. Seperti penjahit Chaidir yang mempercayakan sepatu karyawannya ke produk buatan Dalmi, pegawai-pegawai Disperindag bahkan pejabat seperti Kasim Siyo juga menggunakan sepatu buatannya.
Dalmi membuka sedikit rahasia tentang produk sepatu yang banyak dipasarkan. Kalau soal kulit, dia menyatakan Indonesia mempunyai produk nomor satu dengan pabrik di Sidoarjo Jawa Timur. Tapi tapaknya yang banyak disesuaikan karena harganya relatif tinggi dan itu merupakan barang impor. Kualitas tapak itulah yang sering ‘diutak-atik’ produsen, untuk menyesuaikan ongkos produksinya.
“Lalu soal tapak yang lekang, itu bukan karena kualitas lem. Lem yang digunakan semua sama, tapi itu tergantung kualitas kerja,” ungkapnya.
Karena tetap mempertahankan mutu bahan serta kualitas kerja, Dalmi berani menjamin sepatu produksinya tidak gampang lekang.
Itu bukan sekadar jaminan kosong, namun konsumennya yang sudah mengenal tetap setia menggunakan produknya walau dengan harga relatif lebih mahal. Dia menetapkan harga bervariasi tergantung model dan kualitas bahan, dari seratusan ribu hingga ada yang berharga Rp 450 ribu sepasang. “Kalau tempahan khusus, bahkan bisa mencapai harga satu juta rupiah,” ungkapnya.
Soal produksi, Dalmi mempekerjakan empat orang tenaga terampil dengan produksi rata-rata delapan pasang per hari, tergantung kebutuhan pasar atau pesanan.
Kini, Dalmi berkeinginan ilmunya tersebut bisa diserap generasi muda yang mempunyai minat menjadi usahawan pembuat sepatu. Karena itu, melalui wadah UKM Center dia telah membuat pelatihan, diharapkan setelah itu mereka ikut magang ke produsen sepatu dan setelah mahir bisa mandiri.
“Secara SDM, sebenarnya kita sangat bagus. Tapi sayangnya kita kalah di teknologi. Saya harap pemerintah melalui instansi terkait bisa memperhatikan hal ini, agar produsen sepatu kita terbantu dari segi permodalan dan teknologi,” pungkasnya. (eko)